Moral Hazard
Moral hazard dalam dunia perbankan setidaknya dapat dibedakan atas 2 tingkatan. Pertama, moral hazard pada tingkat bank dan yang kedua adalah moral hazard di tingkat nasabah. Moral hazard di tingkat bank dapat dibedakan atas beberapa diantaranya :
1) Moral Hazard dalam penyaluran dana pihak ketiga, yaitu risky lending behavior yang menyebabkan timbulnya moral hazard dan adverse selection di tingkat nasabah, yang disebut juga moral hazard tidak langsung (mengacu kepada pengertian moral hazard yang dikemukakan oleh Vaubel (1983) dalam Dreher (2004).
2) Moral hazard ketidakhati-hatian bank dalam menyalurkan kredit karena adanya penjaminan dari pemerintah atau keberadaan lembaga penjamin simpanan dalam hal ini termasuk dalam moral hazard langsung (mengacu kepada pengertian moral hazard yang dikemukakan oleh Vaubel (1983) dalam Dreher (2004).
3) Moral hazard pada saat penyaluran bank tidak mencerminkan bank sebagai lembaga intermediasi atau tidak meyalurkan dana kepada sektor riil.
4) Moral hazard ketika bank memberikan cost of fund yang rendah dan menerapkan tingkat yang tinggi, juga termasuk dalam kategori moral hazard dan lainnya.
Bank syariah sebagai lembaga keuangan yang berlandaskan prinsipprinsip ilahiyah yang dalam operasionalnya memiliki perbedaan dengan bank konvensional. Meskipun prinsip syariah dalam perbankan berasal dari nilai-nilai ilahiah namun sebagaimana kegiatan perekonomian lainnya, perbankan syariah pun tidak lepas dari masalah korupsi (Gunawan, 2005), termasuk juga masalah moral hazard dan adverse selection. Seperti perbankan konvensional, moral hazard di bank syariah setidaknya dapat dibedakan menjadi moral hazard pada bank dan juga moral hazard pada nasabah.
Moral hazard pada bank terjadi ketika bank syariah sebagai mudharib tidak berhati-hati dalam menyalurkan dana sehingga berpotensi menimbulkan moral hazard di sisi nasabah dan menyebabkan kerugian. Moral hazard lainnya yaitu pada saat bank tidak membayarkan bagian shahibul maal sebagaimana rasio yang telah ditetapkan di awal perjanjian, atau ketidakpatuhan bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah, juga dapat dikategorikan dalam tindakan moral hazard. Sedangkan moral hazard pada nasabah umumnya terjadi pada produk pembiayaan yang berbasis pada equity financing (mudharabah dan musyarakah) atau biasa dikenal dengan profit loss sharing. Akad mudharabah yang tidak mensyaratkan jaminan dan juga memberikan hak penuh pada mudharib untuk menjalankan usaha tanpa campur tangan shahibul maal dan ditanggungnya kerugian oleh shahibul maal (kecuali kesalahan manajemen) mengakibatkan akad pembiayaan ini sangat rentan terhadap masalah moral hazard. Moral hazard pada sisi nasabah ini merupakan isu global yang menyebabkan bank syariah lebih 16 memilih dengan pembiayaan dengan basis debt financing (murabahah, ishtisna, dan salam). Pada penelitian ini, moral hazard hanya dibatasi pada peran bank sebagai mudharib yang bertanggung jawab terhadap dana yang diamanahkan oleh pihak shahibul maal (mengacu kepada definisi dari Vaubel (1993) yang dikutip oleh Dreher (2004)).
0 komentar:
Post a Comment